ADHYAKSA FARMEL FC: LANGKAH TEPAT KEJAKSAAN DARI SISI SEPAK BOLA
|
|
Oleh: Alexander Edward Ketaren, S.H. Siswa PPPJ Angkatan LXXX Gelombang 2 Kelas V Calon Jaksa pada Kejaksaan Negeri Pesawaran |
“You can change your wife, your politics, your religion, but never, never can you change your favourite football team.” – Eric Cantona
Kutipan dari Eric Cantona, legenda Manchester United, sangat menggambarkan kedudukan sepak bola. Lebih dari sekadar olahraga, sepak bola juga membangun sistem kemayarakatan sekitar. Fanatisme dan rasa cinta yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata menjadi ciri khas sepak bola di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Selain keterikatan erat dengan masyarakat, sepak bola juga tak terlepas dari beberapa klub yang diasosiasikan dengan militer ataupun aparat penegak hukum. Di Rusia, ada Dynamo Moscow yang diasosiasikan dengan korps kepolisian dan CSKA Moscow yang identik dengan angkatan darat, di Thailand terdapat Navy FC (angkatan laut) yang pada akhirnya merger dan beralih menjadi Police-Tero FC, dan masih banyak “klub aparat” di negara lainnya.
Tak terkecuali di Indonesia. Awal keterlibatan aparat di sepak bola adalah bergabungnya PSAD (Angkatan Darat), PSAL (Angkatan Laut), PSAU (Angkatan Udara), dan PS POP (Polisi) sebagai klub internal dari tim terbaik di Indonesia, Persija Jakarta. Beberapa tahun belakangan, ada Bhayangkara Presisi Indonesia FC (sebelumnya “Persebaya ISL”) dan PS TNI (sebelumnya Persiram Raja Ampat – kini beralih menjadi Persikabo 1973) yang berlaga di kasta teratas sepak bola Indonesia.
Yang terbaru, Kejaksaan RI melalui Persaja turut berpartisipasi dalam persepakbolaan nasional dengan menggandeng klub Liga 3 yang berdomisili di Banten, Farmel FC, yang kini berganti nama menjadi Adhyaksa Farmel FC (AFFC). Mengapa Penulis menyebut AFFC di judul artikel ini sebagai langkah tepat dari Kejaksaan?
Melalui AFFC, tersirat suatu pesan bahwa Kejaksaan tidak mau mengambil langkah instan menyulap klub Liga 1/Liga 2 dengan melakukan akuisisi aset (termasuk jual beli lisensi), mengubah nama dan bahkan mengganti home base, yang banyak dilakukan oleh klub lainnya. Kejaksaan memilih untuk menggandeng Farmel FC, mulai merangkak dari kasta terbawah, dan yang paling penting – tidak mengganti domisili klub – sungguh penghargaan terhadap suporter Farmel FC dan selaras dengan tujuan sepak bola untuk membangun sistem kemasyarakatan sekitar.
AFFC pun dapat terhindar dari lelucon suporter sepak bola “klub siluman” yang dengan simsalabim langsung masuk ke kasta tertinggi. Meskipun regulasi FIFA sudah mengatur tentang jual beli lisensi, aturan yang sudah jelas tersebut masih sering ditabrak oleh PSSI dan setidaknya 8 dari 18 tim Liga 1 adalah tim hasil jual beli lisensi.
“Article 4.4.1.7 FIFA Regulations on Club Licensing: A licence may not be transferred.”
Lantas jika jual beli lisensi (akuisisi aset) dilarang oleh FIFA, akuisisi seperti apa yang diperbolehkan khususnya jika dikaitkan dengan hukum yang berlaku di Indonesia? Akuisisi yang diperbolehkan adalah akuisisi (pengambilalihan) saham. Pasal 1 angka 11 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) mendefinisikan pengambilalihan (akuisisi) sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Lalu bagaimanakah cara dilakukannya pengambilalihan? Apakah hanya dengan membeli 50%+1 saham perseroan? Jawabannya adalah Tidak. Perlu dicermati bahwa saham yang harus dikuasai adalah 50%+1 saham, sehingga pihak yang melakukan akuisisi menjadi pemegang saham pengendali. Saham pengendali adalah saham yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk mengeluarkan suara dalam RUPS serta keputusan RUPS akan bergantung dengan suara pemegang saham pengendali (kecuali diatur lain di Anggaran Dasar dengan adanya saham seri khusus yang memiliki keistimewaan dalam pengambilan suara untuk hal-hal tertentu). Hal tersebut dikarenakan tidak seluruh saham memberikan hak demikian (hanya memberikan hak mendapatkan dividen dan pembagian sisa hasil likuidasi sebagaimana Pasal 52 ayat (3) UU PT).
Pengambilalihan saham (berdasarkan UU PT) inilah yang merupakan tindakan hukum yang sejalan dan selaras dengan regulasi yang diterbitkan FIFA – bukan dengan melakukan jual beli lisensi. Bukan fenomena yang mengherankan bahwa akuisisi aset lebih digemari oleh klub Indonesia ketimbang akuisisi saham. Dalam akuisisi saham, badan hukum pengambilalih (acquiring company) akan menjadi pemegang saham dari badan hukum yang diambilalih (acquired company) dan karenanya terikat atas pasiva dari badan hukum yang diambilalih dengan pembatasan sesuai dengan saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat (1) UU PT). Sementara jika hanya melakukan akuisisi aset, badan hukum baru pemilik lisensi dari klub yang dijual tidak terikat pada pasiva (utang, dsb). Artinya, dalam proses akuisisi aset, pihak yang melakukan akuisisi aset terhindar dari kebutuhan untuk melakukan legal due diligence (uji tuntas dari segi hukum) – yang memakan biaya dan waktu.
Jalan pintas dari sisi hukum dengan melakukan akuisisi aset juga identik dengan jalan pintas lainnya, yaitu dilakukan terhadap klub yang berkompetisi di kasta teratas, mengganti nama, menghilangkan sejarah, dan domisili sesuka hati. Cara-cara yang bertentangan dengan makna sepak bola bagi para penggemarnya.
Oleh karenanya, langkah Kejaksaan untuk turut berpartisipasi dalam persepakbolaan nasional melalui AFFC yang dilakukan tanpa menggunakan jalan pintas berupa akuisisi aset dan tidak mengubah domisili klub merupakan langkah yang sangat tepat dari sisi sepak bola, baik dari sisi hukum sepak bola (olahraga - lex sportiva) maupun dari filosofi sepak bola itu sendiri. Dengan langkah positif sedari awal partisipasinya, semoga Kejaksaan melalui Adhyaksa Farmel FC dapat memberikan warna baru dan nilai tambah bagi sepak bola Indonesia!!
[Penulis merupakan mantan konsultan hukum di Armand Yapsunto Muharamsyah & Partners (2019 s.d. 2022 – Ranked 8th in Largest Indonesian Corporate Law Firms 2020 Awards by hukumonline) dan menjadi konsultan pada akuisisi Persis Solo (Liga 1) dan PSIM Jogjakarta (Liga 2). Kini menjabat sebagai Ketua 1 the Jakmania (Persija Fans Club).]