
JAKARTA- Rapat
Paripurna DPR-RI menyetujui Rancangan Undang-Undang ( RUU ) Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang ( UU ). Jaksa Agung Republik
Indonesia Burhanuddin didampingi Jaksa Agung Muda Pembinaan Dr. Bambang Sugeng
Rukmono menghadiri Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022 yang dipimpin oleh Dr. Ir. Sufmi
Dasco Ahmad, S.H., M.H. selaku Wakil Ketua DPR RI.
Sebelum Rapat Paripurna menyetujui Rancangan Undang-Undang
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Republik Indonesia disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang oleh Pimpinan
Rapat Paripurna, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dr. Ir. Adies Kadir, S.H., M.Hum
di gedung Parlemen, Selasa ( 7/12/2021 ) menyampaikan laporan Rancangan
Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI menyampaikan, berdasarkan
Surat Pimpinan DPR RI Nomor: PW/14241/DPR RI/X/2021 Komisi III DPR RI
mendapatkan penugasan untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
bersama dengan Pemerintah.
Komisi III DPR RI menindaklanjuti penugasan tersebut dengan
menggelar Rapat Kerja dengan Pemerintah pada tanggal 15 November 2021 dengan
agenda pembentukan Panitia Kerja (Panja) RUU tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan
Penyerahan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia dari Pemerintah.
Adapun Panja RUU tentang Kejaksaan RI ini terdiri dari 33
(tiga puluh tiga) orang dari anggota Komisi III DPR RI yang bertugas untuk
membahas berbagai hal secara sistematis terhadap materi dan Daftar
Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi.
Panitia Kerja melakukan pembahasan pada tanggal 22-24
November 2021. Panja selanjutnya membentuk Timus/Timsin untuk melakukan
perumusan dan sinkronisasi seluruh materi substansi yang ditugaskan oleh Panja,
yang telah melaksanakan tugasya pada tanggal 2 Desember 2021. Pada tanggal 3
Desember 2021, hasil kerja selama pembahasan di Timus/Timsin telah dilaporkan
pada Pleno Panitia Kerja, dan telah disetujui oleh Panja.
Dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI bersama dengan
Pemerintah pada tanggal 6 Desember 2021, seluruh fraksi menyatakan menerima
hasil kerja Panja dan menyetujui agar RUU tentang Perubahan UU No. 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan RI segera disampaikan kepada Pimpinan DPR RI untuk
dilanjutkan kepada tahap Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI
sehingga dapat disetujui dan ditetapkan sebagai Undang-Undang.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI mengatakan, sejak pembahasan
dilakukan dari Panitia Kerja sampai Timus/Timsin, telah terjadi pembahasan dan
penyempurnaan substansi, redaksi, maupun teknis perundang-undangan.
Selanjutnya sebagai penyempurnaan terhadap undang-undang
sebelumnya, substansi yang menjadi pembahasan dalam rancangan undang-undang
ini, antara lain:
Usia pengangkatan Jaksa dan usia pemberhentian Jaksa dengan
hormat, Sebagai penyesuaian dengan pergeseran dunia pendidikan yang semakin
cepat dan peserta didik semakin muda dalam menyelesaikan pendidikan sarjananya,
sekaligus untuk memberikan kesempatan karier yang lebih panjang, Panja
menyepakati perubahan syarat usia menjadi Jaksa menjadi berumur paling rendah
23 (dua puluh tiga) tahun dan paling tinggi 30 (tiga puluh) tahun. Selain itu
Panja juga menyepakati perubahan batas usia pemberhentian Jaksa dengan hormat
diubah pada Pasal 12 Undang-Undang ini, yang semula 62 tahun menjadi 60 tahun.
Penegasan Lembaga Pendidikan khusus Kejaksaan; Penguatan SDM
Kejaksaan untuk meningkatkan profesionalisme Kejaksaan RI dalam menjalankan
tugas dan kewajibannya dapat diwujudkan melalui pembentukan lembaga pendidikan
khusus Kejaksaan yang berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan di
bidang profesi, akademik, keahlian, dan kedinasan.
Penugasan Jaksa pada instansi lain selain pada Kejaksaan RI;
Penugasan Jaksa pada instansi lain selain Kejaksaan RI, merupakan pengalaman
yang bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan suasana
baru bagi Jaksa yang ditugaskan. Untuk mempermudah proses penugasan tersebut,
Perubahan UU Kejaksaan mengakomodir perubahan ketentuan penugasan tersebut.
Pelindungan Jaksa dan keluarganya; Jaksa dan keluarganya
merupakan pihak yang rentan menjadi objek ancaman dalam pelaksanaan tugas
Jaksa. Oleh karena itu, dibutuhkan penyesuaian standar pelindungan terhadap jaksa
dan keluarganya di Indonesia sesuai dengan standar pelindungan profesi jaksa
yang diatur di dalam United Nations Guidelines on the Role of Prosecutors dan
International Association of Prosecutor (IAP). Hal tersebut juga mengingat
Indonesia telah bergabung menjadi anggota IAP sejak tahun 2006.
Kedudukan Jaksa Agung sebagai Pengacara Negara dan Kuasa
hukum Penanganan perkara di MK;Terdapat perluasan atas kedudukan Jaksa Agung
dalam sistem hukum di Indonesia, yaitu Kedudukan Jaksa Agung sebagai pengacara negara
baik didalam maupun di luar pengadilan, dan perluasan Kedudukan Jaksa Agung
sebagai kuasa hukum penanganan perkara di MK bersama-sama dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang
ditunjuk oleh Presiden.
Perbaikan ketentuan pemberhentian Jaksa Agung; Ketentuan
tentang pemberhentian Jaksa Agung merupakan salah satu materi muatan yang
diubah. Perubahan tersebut dilakukan dengan menambahkan beberapa ketentuan,
yakni:
a. Jaksa Agung
diberhentikan sesuai dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik
Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet;
b. Jaksa Agung
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan.
Hal ini untuk menegaskan bahwa Presiden RI memiliki diskresi dalam menentukan
siapa saja yang akan memperkuat kabinetnya, salah satunya Jaksa Agung; dan
c. Jaksa Agung
diberhentikan karena melanggar larangan rangkap jabatan.
Tugas dan Wewenang Jaksa; Tugas dan wewenang Jaksa diubah
dalam undang-undang ini, antara lain penambahan kewenangan pemulihan aset;
kewenangan bidang intelijen penegakan hukum yang pengaturannya tetap
menyesuaikan dengan undang-undang yang mengatur mengenai intelijen negara;
penyelenggaraan kesehatan yustisial kejaksaan; melakukan mediasi penal;
melakukan sita eksekusi; dan melakukan penyadapan berdasarkan undang-undang
khusus yang mengatur mengenai penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan
di bidang tindak pidana.
Selain penambahan, UU ini juga mengatur modifikasi
pelaksanaan tugas dan wewenang Jaksa, seperti penegasan pelaksanaan diskresi
Jaksa dalam menjalankan tugasnya dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kode etik yang berlaku. Selain itu untuk mewujudkan asas
peradilan cepat, mudah dan berbiaya ringan, Penuntut Umum dapat mendelegasikan
sebagian kewenangan Penuntutan kepada penyidik untuk perkara tindak pidana
ringan.
Tugas dan Wewenang Jaksa Agung;Penyempurnaan tugas dan wewenang
Jaksa Agung merupakan penyesuaian dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi
Kejaksaan RI yang lebih profesional, hal tersebut untuk menjamin kedudukan dan
peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam melaksanakan kekuasaan negara,
terutama di bidang penuntutan.
Selanjutnya, Presiden RI Joko Widodo yang diwakili oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Yasonna H. Laoly
menyampaikan pendapat akhir atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Menteri Hukum dan HAM RI menyampaikan, sebagaimana diketahui
bersama bahwa RUU tersebut telah diselesaikan pembahasannya dalam Pembicaraan
Tingkat I dengan keputusan menyetujui untuk diteruskan ke tahap selanjutnya
yaitu Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk pengambilan
keputusan.
“Kita semua mengharapkan agar RUU tersebut dapat disetujui
bersama dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang,
sehingga pelaksanaan tugas Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga
pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat menjalankan
tugas dan fungsi secara efektif, terutama di bidang penuntutan serta kewenangan
lain berdasarkan peraturan perundang-undangan,”
Menteri Hukum dan HAM RI mengatakan untuk mewujudkan negara
hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, penegakan hukum dan keadilan merupakan elemen yang vital dan sangat
dibutuhkan, termasuk penuntutan terhadap para pelanggar hukum/peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu, Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan
yang memiliki tugas dan fungsi di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh
kekuasaan pihak manapun dalam penegakan hukum untuk menjamin pemenuhan hak-hak
dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara.
Salah satu aspek penguatan yang diperlukan oleh Kejaksaan
Republik Indonesia adalah keadilan restoratif. Saat ini, telah terjadi
pergeseran makna keadilan dari keadilan retributif (pembalasan) menjadi
keadilan restoratif yang menekankan pada pemulihan kembali ke keadaan semula.
Paradigma ini telah muncul dalam beberapa ketentuan peraturan
perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak. Dalam Undang-Undang tersebut, Kejaksaan diberikan peran
untuk mengedepankan dan menggunakan keadilan restoratif dalam penegakan hukum.
Demikian juga dalam penanganan kasus-kasus yang relatif ringan dan beraspek
kemanusiaan.
Berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan
sebagai penuntut umum, International Association of Prosecutors (IAP) dan
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengeluarkan Guidelines on the
Role of Prosecutors yang menjadi salah satu inti dari perubahan Undang-Undang
ini. Guidelines tersebut menjadi pedoman untuk mengatur kembali ketentuan
mengenai independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara,
standar profesionalitas, dan perlindungan bagi para jaksa dan keluarganya yang
belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004.
Oleh karena itu, perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjadi salah satu prioritas utama untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang didukung oleh
kepastian hukum yang didasarkan pada keadilan.
Menteri Hukum dan HAM RI menyampaikan pokok-pokok materi
yang diatur dalam RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia antara lain sebagai berikut:
1. penyesuaian
standar perlindungan terhadap jaksa dan keluarganya berdasarkan Guidelines on
the Role of Prosecutors;
2. pengaturan
mengenai intelijen penegakan hukum;
3. pengaturan
fungsi Advocaat Generaal bagi Jaksa Agung;
4. pengaturan
mengenai penyelenggaraan kesehatan yustisial Kejaksaan;
5. penguatan
sumber daya manusia Kejaksaan, dan;
6. kewenangan
kerja sama Kejaksaan dengan lembaga penegak hukum negara lain dan lembaga atau
organisasi internasional;
“ Berdasarkan hal tersebut di atas dan setelah
mempertimbangkan secara sungguh-sungguh persetujuan Fraksi-Fraksi, izinkanlah
kami mewakili Presiden dalam Rapat Paripurna yang terhormat ini, dengan
mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Presiden menyatakan
setuju Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia untuk disahkan menjadi
Undang-Undang,” . ( Muzer/ Rls )