JAKARTA- Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ( Kabadiklat ) Kejaksaan RI Tony Spontana menegaskan Kesadaran berbangsa dan bernegara berarti sikap dan tingkah laku harus sesuai dengan kepribadian bangsa dan selalu mengkaitkan dirinya dengan cita-cita dan tujuan hidup bangsa Indonesia (sesuai amanah yang ada dalam Pembukaan UUD 1945).
“Melalui menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa dan negara Indonesia,Menumbuhkan rasa memiliki jiwa besar dan patriotisme untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa dan Negara,Memiliki kesadaran atas tanggungjawab sebagai warga negara Indonesia yang menghormati lambang-lambang negara dan mentaati peraturan perundang- undangan,” kata Kabadiklat Kejaksaan RI Tony Spontana saat memberikan pengarahan kepada peserta Diklat Teknis Administrasi Kejaksaan RI Tahun 2021 terkait pembinaan Koprs Adhyaksa dalam penanaman Jiwa Korsa disampaikan dari ruang kerja Kabadiklat Kejaksaan RI,Kampus A,Ragunan Jakarta,Selasa ( 13/4/2021 ) secara virtual.
Selain itu Kabadiklat juga menyampaikan arti nilai-nilai bela negara yang harus lebih dipahami penerapannya dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.
“Pertama Cinta Tanah Air.Kesadaran bela negara yang ada pada setiap masyarakat didasarkan pada kecintaan kita kepada tanah air kita.Kemudian Kesadaran Berbangsa dan Bernegara.Kesadaran berbangsa dan bernegara merupakan sikap kita yang harus sesuai dengan kepribadian bangsa yang selalu dikaitkan dengan cita-cita dan tujuanhidup bangsanya.,” kata Tony.
Tony lanjutnya,yang ke tiga adalah Pancasila,Pancasila bukan hanya sekedar teoritis dan normatif saja tapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan juga sebagai alat pemersatu keberagaman yang ada di Indonesia yang memiliki beragam budaya, agama, etnis, dan lain-lain.
Kemudian Rela berkorban untuk Bangsa dan Negara.Memiliki Kemampuan Bela Negara.Kemampuan bela negara itu sendiri dapat diwujudkan dengan tetap menjaga kedisiplinan, ulet, bekerja keras dalam menjalani profesi masing-masing.
Sementara Kabadiklat menjelaskan bahwa dalam pengertian Jiwa Korsa adalah, seperti dikutip dari buku THE STUDY OF MAN karya Rapl Linton mengatakan bahwa L’ESPRIT DE CORPS adalah semangat keakraban dalam korps atau corps geest. “Jiwa korsa adalah kesadaran korps, perasaan kesatuan, perasaan kekitaan, suatu kecintaan terhadap perhimpunan atau organisasi. Tetapi kebanggaan itu secara wajar, tidak berlebihan, tidak membabi buta,” terang Tony.
Sedangkan Staplekamps jr. Le luit derat,tutur Tony, dalam tulisan berjudul corps geest (demilitaire spectator, 1952) mengemukakan bahwa pengertian jiwa korsa terdiri dari faktor – factor.
“ Rasa hormat : rasa hormat pribadi dan rasa hormat pada
organisasi/korps.
Setia :
setia kepada sumpah, janji dan tradisi kesatuan serta kawan-kawan satu
korps.
Kesadaran : terutama kesadaran
bersama, bangga untuk menjadi anggota korps,”
Aparatur Sipil Negara yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat, dapat diwujudkan melalui pembinaan Jiwa Korsa, termasuk kode etiknya;
“Tidak Mementingkan Diri Sendiri Dan Siap Berkorban Untuk Kepentingan Yang Lebih Besar,” tegasnya.
Tony Spontana lebih lanjut menegaskan,Jiwa korsa yang kuat tidak mudah padam selama didalam korps. Di dalam jiwa korsa terkandung di dalamnya loyalitas, merasa ikut memiliki, merasa bertanggung jawab, ingin mengikuti pasang surut serta perkembangan korps-nya. Seorang yang memiliki jiwa korsa tinggi pasti penuh inisiatif, tetapi tahu akan kedudukan, wewenang dan tugas-tugasnya.
“Jiwa korsa yang murni dan sejati akan menimbulkan sikap terbuka menerima saran dan kritik, tidak membela kesalahan tetapi justru mengusahakan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya. Mau menegur atau memperbaiki sesama warga korps yang berbuat tidak baik dan bukan menutupi kesalahanya, dan berani mawas diri,” ujar mantan staf ahli Jaksa Agung dalam pengarahannya yang diikuti seluruh peserta Diklat Teknis Kejaksaan diseluruh Indonesia secara virtual.
Tony sambungnya,mengenai loyalitas perlu diartikan lebih luas disamping kepada korps, loyalitas mengandung pengertian pula bahwa apa yang diperbuat harus memberikan manfaat atau kebaikan dimanapun ia berada.
Jiwa korsa bukan hanya penting dikalangan militer saja, tetapi juga diorganisasi manapun termasuk Korps Adhyaksa. Jiwa korsa yang baik akan menciptakan disiplin ketertiban, moril dan motivasi, tentu saja juga akan meningkatkan ketrampilan profesinya, karena merasa malu apabila tidak mampu.
“Seorang anggota korps yang benar-benar memiliki jiwa korsa yang tinggi akan menunjukan penampilan yang gagah (tidak loyo dan merendahkan semangat), berani dan segala tingkah lakunya selalu terpuji, karena jiwa korsanya itu telah jadi stimulan untuk menjaga nama baik korpsnya,” kata Kabadiklat.
Kabadiklat Kejaksaan RI menegaskan Pembinaan jiwa korsa ASN kejaksaan bertujuan untuk membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan Aparatur Sipil Negara.mendorong etos kerja Aparatur Sipil Negara untuk mewujudkan Aparatur Sipil Nerara yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat.”Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan ASN sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya Jiwa korsa dapat timbul dari dalam maupun dari luar Korps sendiri, namun prosesnya perlu ditumbuhkan melalui pendidikan, kegiatan latihan, penyuluhan dan efektifnya komunikasi.
“Pengembangan kesadaran korps pada dasarnya menimbulkan kesatuan psikologis dan emosional yang memungkinkan timbulnya reaksi emosional yang wajar dan membuat individu bersedia mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan kolektif dan melakukan pekerjaan-pekerjaan tanpa diawasi,” tuturnya.
Membina jiwa korsa kata Tony, hakekatnya membina feeling karena ada sisi irasionalnya, tetapi perancangan rasional dan romantik. Kerasionalan tersebut untuk mencegah agar tidak tergelincir kedalam iklim romantisme. Jika membela dan menghormati dengan hikmat simbol misalnya, sebenarnya perbuatan irasional, sebab jika dirasionalkan maka yang dihormati hanya sepotong kain. Tetapi itu dilakukan sebagai sarana pembinaan semangat. Sejarah gemilang korps, benda-benda bersejarah, riwayat anggota yang mengesankan dan prestasi anggota dapat merupakan sarana pembina jiwa korsa. Disamping itu peranan tradisi korps, pembinaan disiplin, penampilan yang khas akan menumbuhkan jiwa korsa, sebaliknya terciptanya jiwa korsa yang tinggi akan meningkatkan disiplin, pengabdian dan kerja keras. ( Muzer )